PENGANTAR HUKUM DAN PERATURAN PERIKANAN (HPP)

            Hukum merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan social (Poli, C. dkk 1992). Defenisi tentang hukum, kata Prof. Van Apeldoorn, yang terjemahanya “Bahwa tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hokum itu dan sangat sulit dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakanya yang sesuai dengan keyataan. Namun para Sarjana Hukum mengemukakan pendapatnya tetang definisi hukum yang diantaranya dapat diterjemahkan sebagai berikut:

Prof Mr. E.M Meyers dalam bukunya “De Algemen Begrippan Van Het Burgerlijk Recht”:

        Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditunjukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya”.

Ø  Leon Duguit: “ Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terdapat orang yang melakukan pelanggaran itu”.

Ø  Immanuel Kant : hokum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hokum (Kansil, C.S.T, 1989).

Menurut Kansil, C.S.T, 1989, para Sarjana Hukum Indonesia mendefinisikan hukum diantaranya adalah:

 S.M.Amin, SH

        Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi, adapun tujuan hukum: adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.

J.C.T. Sir Plorangkir, SH dan Woerjono S,SH.

        Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-Badan Resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi membangkitkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu:.

M.H Tirtaatmidjaj, SH.

        Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri-sendiri atau harta, umpanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya”.

        Dari beberapa definisi hukum yang dikemukakan para Sarjana Hukum Indonesia diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum meliputi beberapa unsur:

  • Peraturan menganai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
  • Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
  • Peraturan itu bersifat memaksa 
  • Sanksi terhadap pelanggaran peraturan itu adalah tegas.

        Ciri hukum adalah adanya perintah dan atau larangan, serta perintah dan atau larangan itu harus ditaati setiap orang. Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa sehingga dalam masyarakat sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Hukum mengatur hubungan orang dengan orang lainya yaitu peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan kaedah hukum.

Lahirnya Hukum

        Aristoteles (384-322 sebelum masehi), seorang ahli fikir Yunani Kuno menyatakan ajaranya bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya manusia sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesame manusia lainya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya suka berbagai satu sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk social (Kansil, C.S.T, 1989)

Menurut bentuknya, hukum ada dua, yaitu :

  • Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan
  • Hukum tak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (disebut juga hukum kebiasaan). (Kansil, C.S.T, 1989)

Pembagian Hukum Yang Lain Adalah :

Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam:

  • Hukum Undang-Undang, yaitu hukum yang tercantum pada peraturan perundang-undangan.
  • Hukum Kebiasaan (Adat), merupakan hukum yang terletak didalam peraturan-peraturan kebiasaan.
  • Hukum Traktat, Yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara didalam suatu perjanjian antara Negara (Traktat)
  • Hukum Jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim
               Menurut bentuknya, yaitu hukum tertulis yang dikodifikasikan dan hukum tertulis tidak dikodifikasikan.

Menurut tempat berlakunya, Hukum dibagi dalam

  • Hukum Nasional, adalah hukum yang berlaku dalam suatu Negara
  • Hukum Internasional, yaitu Hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
  • Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku dalam Negara lainHukum Adat, merupakan hukum yang berlaku pada suatu suku bangsa atau komunitas masyarakat tertentu.

Menurut Isinya, ada dua macam yaitu:

  • Hukum Privat (Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum sipil ada 2 macam, yaitu hukum perdata dan hukum dagang.
  • Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (Warganegara). Hukum public ada 4 macam, yaitu hukum tata Negara, hukum administrasi Negara, hukum pidana, dan hukum Internasional (Hukum perdata Inetrnasional dan hukum public Internasional)

Menurut cara memepertahankanya, ada 2 macam;

  • Hukum Material, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perinktah atau larangan-larangan, contoh: hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang, dll.
  • Hukum Formal (hukum Proses atau hukum acara) yaitu hukum yang melaksanakan dan pertahanan hukum material, bagaimana mengajukan perkara ke pengadilan dan bagaimana hakim member putusan.

Menurut Waktu berlakunya, ada 3 macam, yaitu :

  • Hukum Positif (Ius Constitutum), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah/tempat tertentu.
  • Hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang (Ius Constitutum)
  • Hukum asa (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.

 Sumber Hukum dapat ditinjau dari segi, yaitu:

Ø              Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contohnya: seorang ahli dalam masyarakat itulah yang menyebabkan munculnya hukum”; berbeda dengan ahli kemasyarakatan (sosiologi) mengatakan “bahwa yang menjadi sumber hukum adalah peristiwa-pristiwa yang terjadi dalam masyarakat”. 

 Sumber-Sumber Hukum Formal/rormil, antara lain:

        Undang-Undang (statue) adalah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.

        Kebiasaan (costum), adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa sehingga tindakan yang berlawanan dengan demikian munculah kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup disebut sebagai hukum. Misalnya: seorang komisioner sekali menerima komisi 2,5 % dari hasil perjualan rumah sebgai upah dan ini terjadi berulang-ulang dan komisioner yang lainpun juga sama 2,5% yang lama-lama menjadi hukum kebiasaan.

Ø  Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudefitre)

Ø              Traktat (Traety). Apabila 2 orang mengadakan kata sepakat (consensus) tentang suatu hal, maka mereka itu namanya melakukan perjajian. Akibat perjanjian itu maka pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu. Kalau perjanjian dilakukan oleh 2 Negara atau lebih disebut Traktat, atau perjanjian Internasional atau Perjanjian Antar Negara. Traktat juga mengikat warganegara-warganegara yang bersangkutan. Jika traktat diadakan 2 negara disebut traktat bilateral misalnya traktat anatara pemerintah NKRI dengan Pemerintah RRC tentang “di-Kewarganegaraan”. Jika perjanjian itu diadakan lebih dari 2 negara disebut traktat multicultural misalnya NATO yang diikiti beberapa Negara Eropa. Pendapat Sarjana Hukum (diktrin).

(Kansil, C.S.T, 1989 dan Hadisoepraoto, 1993)

Tatanan Hukum Sumber daya Alam

Gambar 1. Tatanan hukum sumber daya alam.

Perikanan dan Usaha Perikanan

        Pengertian perikanan telah dijelaskan didepan, yaitu semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu system bisnis perikanan. Selanjutnya yang disebut usaha perikanan adalah usaha yang dilakukan dibidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki STUP. Usaha perikanan dilaksanakan dalam system bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. (Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004).

Selanjutnya UU 31/2004 juga menyebutkan dalam penjelasannya, bahwa sumber daya ikan itu meliputi ikan sendiri termasuk berbagai jenis biota perairan lainya, yaitu:

  • Pisces (Ikan Hersirip)
  • Crustacean (udang, rajungan, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebagainya;
  • Coelenterate (ubur-ubur dan sebangsanya)
  • Echinodermata (tripang, bulu babi, dan sebangsanya)
  • Amphibian (kodok dan sebangsanya)
  • Reptilian (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan sebangsanya)
  • Mamalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya)
  • Algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air; dan biota perairan lainya yang ada kaitanya dengan jenis-jenis tersebut diatas, semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi.

Menurut James A Chafield (firial M. dan Ian R Smith, 1987)

        Dalam Tribawono, 2002, usaha perikanan yang merupakan kegiatan ekonomi akan menempatkan prioritas mitivasi ekonomi menjadi paling depan. Hal ini bisa mengakibatkan gejala atau bahkan “lebih tangkap” atau over fishing, suatu persoalan mendasar yang hubungannya dengan kelestarian sumberdaya ikan. Sumberdaya ikan diperairan umum dalam rezim pengelolaan common property (milik bersama) dengan kondisi over fishing tersebut tidak akan dapat memperbaiki keadaanya, karena itulah dibutuhkan peraturan seperti peraturan pemerintah dan peraturan perundangan lainya.

Peraturan Perikanan

        Mengingat usaha perikanan demikian kompleksnya, maka upaya pengaturan secara menyeluruh sehingga akan memberikan dampak positif bagi perkembangan usaha perikanan tersebut. Tujuan dan manfaat pengaturan adalah:

ü  Guna member dorongan usaha yang berhubungan dengan pelestarian sumberdaya perikanan.

ü  Pengaturan akan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil tangkapan

ü  Sebagai upaya perataan usaha, untuk melindungi yang lemah atau kelompok tertentu misalnya nelayan Nasional.

ü  Mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal serta mengoptimalkan alokasi sumberdaya sehingga memnjadi lebih berdaya guna. 

Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia

Ø             Sumberdaya kelautan dan perikanan yang memiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis dan potensinya. Potensi sumberdaya tersebut ada yang dapat diperbaharui, seperti sumber daya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya laut dan pantai, energy non kenvensional dan energy yang tidak dapat dipebeharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis meniral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industry maritime, jasa angkutan dan sebagainya.

            Lahirnya Departemen Eksplorasi laut dan perikanan pada Era Reformasi (SK Presiden No.147 Tahun 1999, tanggal 1 Desember 1999), yang kemudian pada masa berjalanya dirubah namanya menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan, telah memberikan indikasi bahwa permasalahan kelautan dan perikanan oleh pemerintah refomasi menjadi semakin penting pada sekarang dan yang akan datang.

Potensi dan Peluang Perikanan

Sumberdaya Perikanan

            Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitas. Potensi lestari (MSY; maximum sustainable yield) sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,26 Juta ton per tahun yang terdiri dari potensi di perairan wilayah Indonesia sekitar 4,40 Juta ton per tahun dan perairan ZEET sekitar 1,86 juta ton per tahun. Potensi sumberdaya ikan tersebut, apabila dikelompokkan berdasarkan jenis ikan terdiri dari pelagis besar 1,05 juta ton, pelagis kecil 3,24 juta ton, demersal 1,79 juta ton, udang 0,08 juta ton, cumi-cumi 0,03 juta ton, dan ikan karang tangkapan yang diperbolehkan (JBT atau TAC; total allowable catch) sebesar 5,01 juta ton pertahun atau sekitar 80 % potensi lastari. Meski diakui beberapa jenis Wan telah mengalami gejala tangkap lebih (overfishing) di beberapa perairan Nusantara (Kepmen DKP, No.18/Men/2002)

            Potensi budidaya laut khususnya ikan dan moluska juga masih sangat besar. Luas lahan total perairan laut yang berpotensi untuk budidaya ikan (kakap, barongan dan terapu) sekitar 1.059.720 ha, dan budidaya moluska (kerang-kerangan) dan teripang sekitar 720.500 ha. Sedangkan potensi produksi dari kegiatan budidaya ikan dan moluska diperkirakan sekitar 46,73 juta ton per tahun. Potensi budidaya laut yang terdiri dari total potensi budidaya ikan (Kakap, baronang, dan kerapu), budidaya moluska (kerang-kerangan dan teripang) dan budidaya rumput laut serta mutiara mencapai volume total 528,4 ribu ton, memiliki potensi nilai ekonomi sekitar U$ 567,00 juta. Potensi ini diperkirakan hanya berdasarkan potensi luas lahan yang tersedia, belum dengan peningkatan teknologi maupun intensifikasi. Tentu, dengan peningkatan teknologi maka produktifitas akan meningkat dengan demikian memilki nilai ekonomi yang lebih besar.

            Sementara itu potensi perikanan darat terdiri dari potensi perairan umum (danau, sungai dan rawa), potensi budidaya kolam, dan minapadi. Total potensi perairan umum Indonesia tahun 1993 adalah sekitar 141.820 ha, dengan potensi produksi sekitar 356.020 ton per tahun. Keseluruhan potensi perikanan dari perairan umum ini secara ekonomi mencapai US$ 1 miliyar. Sedangkanirigrasi sekitar 3.755.904 ha dan potensi lahan seluas 375.00 ha, yang memilki potensi produksi sekitar 805.700 ton pertahun. Sementara iitu, untuk potensi irigrasi seluas 1.760.827 ha; potensi lahan seluas 880.500 ha dengan potensi produksi sekitar 233.400 ton pertahun. Nilai ekonomi kedua potensi budidaya iar tawar ini diperkirakan mencapai US$ 5,19 Miliyar.

                Sedangkan untuk potensi perikanan budidaya payau (tambak) cukup besar, yaitu sekitar 866.550 ha. Samapai tahun 1996, potensi lahan budidaya baru dimanfaatkan sekitar 344.759 ha, dan sebagaian besar potensi ini terdapat dikawasan timur Indonesia. Peluang pengembangan perikanan budidaya ini juga terbuka lebar mengingat tingkat pemanfaatannya masih rendah, dan dapat mendatangkan devisa yang cukup besar. Jika potensi ini digarap secara optimal dengan mengusahakan sekitar 500.000 ha saja., dengan target produksi konservatif sekitar 2 ton udang windu per hektar, setiap tahunya setidaknya bisa dihasilkan 1 juta ton. Jika harga per kilogram US$ 10 maka nilai yang diperoleh mencapai US$ 10 Miliyar.  

Industri Bioteknologi Kelautan

            Pemanfatan keanekaragaman hayati laut dapat menghasilkan produk maupun proses yang bernilai tinggi melalui pengembangan industry bioteknologi. Secara garis besar industry bioteknologi kelautan yang dapat dikembangkan dengan memanfaatkan keragaman hayati perairan adalah : produksi bahan alami dari laut pengendalian pencemaran di wilayah pesisir dan lautan, pengendalian “biofouling”, perbaikan system akuakultur.

Industri Maritim

            Kegiatan industry perkapalan Indonesia hingga tahun 1997 telah mampu memproduksi kapal dalam berbagai ukuran dan jenis. Kemampuan tersebut dapat dilihat pada ukuran kapal hasil produksi galangan kapal nasional, seperti kapal barang berukuran 1.000 – 3.650 DWT, kapal tanker bercukuran 1.500 – 16.000 DWT, kapal penumpang berukuran 200 – 600 GT dan 5.000 18.900 GT serta PAX -500, kapal pemasok anjungan 3.000 HP, kapal patrol cepat 2.440 HP/28 m/30 knot dan 8.000 HP/57 m/30/knot, kapal tunda 800 HP – 4.200 HP, dan kapal-kapal berukuran di bawah 200 GT. Meski demikian, harga kapal-kapal industry maritin dalam negeri labih mahal dari harga kapal-kapal buatan luar negeri (Kepmen DKP, No.18/Men/2002).

Parawisata Bahari

            Kegiatan-kegiatan bisnis wisata bahari di Indonesia ditompang oleh kekayaan sumberdaya kelautan. Kawasan terumbu karang yang terbesar diperairan Indonesia, panjang garis pantai yang Indah, dan 263 jenis ikan, serta 4,25 juta ha hutan mangrove merupakan potensi wisata behari yang dapat dikelola. Berdasarkan penjelasan Euro Asia Management (1998), potensi kekayan maritin yang dapat dikembangkan menjadi komoditi parawisata di laut wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism) dan wisata olah raga (sport tourism)

Permasalan Perikanan

        Permasalahan dan kendala dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dapat diklasifikasikan ke dalam dua tingkatan, yaitu :

  • Masalah mikro teknis, yakni masalah yang muncul dan disebakan oleh kondisi internal pembangunan perikanan dan kelautan, dan
  • Makro-struktural (kebijakan ekonomi makro yang kurang kondusif) yakni masalah yang muncul dan disebabkan oleh kondisi eksternal baik ekonomi makro, politik, hukum, dan kelembagaan.

Masalah mikro-Teknis

Tingkat kemiskinan Nelayan yang tinggi

        Masalah utama dalam bidang kelautan dan perikanan adalah tingkat kemiskinan nelayan, khususnya perikanan tangkap, dan masyarakat pada umumnya yang sangat tinggi apabila dibandingkan dengan profesi lainnya dibidang pertanian. Hal ini terlihat dari kondisi wilayah pesisir yang identik dengan kekumuhan dan ketertinggalan. Kemiskinan structural masyarakat pesisir yang terjadi, merupakan resultante dari berbagai masalah-masalah lainnya yang akan diuraikan sebagai berikut.

Rendahnya Produktivitas

Ø              Dalam perikanan tangkap, rendahnya produktivitas nelayan disebabkan karena tiga factor utama, yakni:

  • Sebagian besar nelayan masih merupakan nelayan tradisonal dengan teknologi penangkapan yang tradisional pula, sehingga kapsitas tangkapnya rendah
  • Adanya ketimpangan tingkat pemanfaatan stok ikan antara satu kawasan dengan kawasan perairan laut lainya. Di satu pihak terdapat kawasan-kawasan perairan stok ikannya sudah mengalami overfhising, dan sebaliknya masih cukup banyak kawasan yang tingkat pemanfaatan sumber daya ikan belum optimal dan
  • Telah terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut, seperti kerusakan hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun (seagrass beds), yang merupakan habitat ikan dan organism laut lainya berpijah, mencari makan, atau membesarkan diri (nursery ground). Kerusakan lingkungan laut ini juga disebabkan oleh pencemaran, baik yang berasal dari kegiatan manusia didarat maupun dilaut. 

    Sementara itu dalam usaha budidaya perikanan, factor-faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas, yakni:

  • Kemampuan teknologi budidaya sebagian besar petani ikan masih rendah
  • Kompetensi penggunaan ruang (lahan perairan) antara usaha budidaya perikanan dengan kegiatan pembangunan lainnya (pemungkiman, industry, pertambangan, dan lainya) pada umumnya merugikan usaha budidaya perikanan, dan
  • Semakin memburuknya kualitas air sumber untuk budidaya perikanan, khususnya dikawasan padat penduduk atau tinggi intensitas pembangunnanya.

            Masalah lain yang terkait dengan produksi perikanan tangkap adalah tentang “pencurian” ikan oleh nelayan dan kapal asing. Sebenarnya kalau ditelusuri lebih jauh ternyata terjadinya surplus hasil penangkapan ikan ke pihak asing tidak lepas dari peran berbagai pihak, baik pengusaha maupun aparat, melalui beberapa mekanisme sebagai berikut :

  • Pihak asing seolah-olah memilki hutang kepada mitra bisnisnya di Indonesia, melalui putusan pengadilan, pihak asing tersebut diharuskan membayar hutangnya dengan menggunakan kapal ikan eks charter yang izinya telah habis,
  • Kapal ikan eks cahrter atau kapal yang baru dimasukan dari luar negri dikamflase seolah-olah kapal produksi dalam negeri
  • Pengusaha Indonesia melakukan impor tersebut tidak benar-benar terjadi karena tidak melakukan pembayaran dan
  • Pengusaha Indonesia melakukan impor kapal melalui prosedur sesuai ketentuan, namun dengan harga yang dibuat semurah-murahnya. Hal tersebut ternyata juga telah menyebabkan kerugian Negara sebesar US$ 1,362 Miliyar per tahun.

    Kondisi tersebut diatas, antara lain disebabkan masih belum optimalnya pengadilan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, yang antara lain disebabkan:

  • Kurangnya sarana dan alat penegakan hukum di laut yang menyebabkan intensitas dan efektifitas monitoring serta pengawasan menjadi berkurang
  • Pengedalian pemanfaatan  sumberdaya kelautan dan perikanan di tangani oleh berbagai instansi, sehingga memerluka koordinasi ;
  • Belum diberdayakannya petugas pengawas sumberdaya ikan (WASDI) dan Pengawas Kapal Ikan (WASKI) secara optimal.  

Masalah Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kendala dan permasalahan yang terjadi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain sebagai berikut:

Kerusakan Fisik Habitat Ekosistem Wilayah Pesisir

        Kerusakan fisik habitat ekosistem wilayah pesisir di Indonesia umumnya terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Terumbu karang Indonesia dengan luas total sekitar 82.000 km2 yang masih berada dalam kondisi sangat baik hanya 6,20 %, dalam kondisi rusak (41,78 %), kondisi sedang (28,30%) dan kondisi baik (23,72 %). Hal sama juga kterjadi pada ekosistem hutan mangrove. Selama priode 1982-1993 telah terjadi penurunan luas hutan mangrove dari 5,21 juta Ha menjadi 2,5 juta Ha. Hilangnkya mangrove dan rusaknya sebagian terumbu karang telah mengakibatkan terjadinya erosi pantai antara lain, pengambilan pasir untuk reklamasi pantai, pembangunan bandara (lapangan udara), hotel dan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk menutup pantai dan perairanya.

Pencemaran di Beberapa Kawasan dan Lautan

        Tingkat pencemaran dibeberapa kawasan pesisir dan lautan Indonesia pada saat ini berada kondisi yang memperhatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan lautan berasal dari darat (land-based pollution sources), yaitu kegiatan industry, kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan kegiatan pertanian. Sumber pencemaran juga berasal dari berbagai kegiatan di laut (marine-based pollution sources), terutama dari kegiatan perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak (oil tanker), dan kegiatan pertambangan.

Konflik Penggunaan Ruang di Kawasan Pesisir

        Konflik penggunaan ruang di kawasan pesisir dan lautan sering terjadi karena belum adanya aturan jelas tentang penataan ruang sebagai acuan sector berkepetingan.

 Terhambatnya Koordinasi antara Unsur terikat

        Persoalan lain yang dihadapi dalam pengelolaan sumbardaya pesisir adalah kurangnya koordinasi dan kerjasama antar pelaku pembangunan dan sekaligus pengelola di kawasan tersebut, baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Kurangnya koordinasi antar pelaku penglola terlihat dalam berbagai kegiatan pembangunan di kawasan pesisir yang dilakukan secara sectoral oleh masing-masing pihak.

Minimnya Perhatian Pembangunan di kawasan Pulau-pulau Keel

        Selama kurang lebih 30 tahun, pulau-pulau kecil kurang atau tidak oleh kegiatan-kegiatan pembangunan. Akibatnya, pulau-pulau kecil sebagian besar dihuni oleh SDM produktivitas rendah, seperti orang-orang tua, anak-anak dan perempuan. Angkatan kerja produktif pindah ke kota-kota besar atau ibu kota provinsi dan kabupaten yang memilki sarana prasarana yang lebih baik. Meski dibeberapa tempat terdapat kegiatan pembangunan dipulau-pulau kecil, kegiatan tersebut cenderung merusak lingkungan dan “memarjinalkan” penduduk local.

 Rendahnya Kemampuan Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan

        Diakui bahwa kemampuan teknologi pasca panen (penanganan dan pengelolaan) produk perikanan sesuai dengan selera konsumen dan standarisasimutu produk secara internasional (seperti HACCP, persyaratan sanitasi, dan lainya) masih lemah. Sebagai contoh, Tahiland yang volume produksi ikan tuna olahannya jauh malampaui nilai ekspor Indonesia, karena Tahiland sangat inovatif dan kreatif dalam mencari nilai tambah melalui berbagai teknologi pengolahan ikan tuna, yang antara lain meliputi :

  • Sashimi, sushi (fresh)
  • Frozen
  • Loin
  • Fish, Cake
  • Sumiri
  • Canning
  • Fish Oil
  • Salted fish
  • Fish Meal
  • Fish Ball
  • Tuna SausageTuna Ham dan
  • Fish Crackers

     Lemahnya Kemampuan Pemasaran Produk Perikanan

        Pemasaran komoditas perikanan Indonesia di pasar dalam negeri maupun ekspor, sebagaian besar masih ditentukan oleh para pembeli/konsumen (Buyer market). Hal ini mengakibatkan harga jual produk perikanan seringkali kurang menguntungkan pihak produsen (nelayan atau petani ikan). Ada dua factor utama yang membuat pemasaran produk perikanan Indonesia masih lemah. Karena lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, dan selera (preference) para konsumen. Belum memadainya prasarana dan sarana system transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian (delivery) produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu.

Tidak Stabilnya Harga-Harga Faktor Produksi

        Panjangnya rantai pemasaran dalam proses pembelian factor-faktor produksi berakibat pada besarnya beban harga yang harus dibayar nelayan. Selain itu, krisis moneter juga telah meningkatkan harga-harga kebutuhan nelayan. Bagi nelayan penangkap ikan yang produksinya tidak berorentasi ekspor, keadaan demikian telah menurunkan tingkat hidup dan kesejahteraannya. Akibat melonjaknya dollar, harga mesin dan alat tangkap perikanan yang merupakan barang impor, membumbung tinggi. Harga jarring udang berukuran 1,5 inchi meningkat dari 27.500 per piece menjadi Rp 75.000 – 80.000, mesin yanmar 10,5 PK mislanya naik dari Rp 2,5 menjadi RP 5 juta.

Pengembangan Teknologi, Data dan Informasi

    Keterbatasan teknologi informasi menyebabkan sumber daya yang tersedia tidak dapat teridefikasi secara mamadai. Data dan informasi tentang kelautan dan perikanan masih tersebar dan belum tertata dengan baik dalam suatu system jaringan, sehingga sulit mengaksesnya untuk menetapkan suatu kebijakan. Selain itu tingkat akurasi dan validasinya juga masih diragukan.

Rendahnya Semangat Sebagai Bangsa Bahari

        Meskipun pada kenyataanya sebagian besar penduduk bermukim di kawasan pesisir dan Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan, kebangsaan sebagai bangsa Bahari hanya secara nyata ditampilkan oleh beberapa suku bangsa Indonesia. Salah satu masalah sehubungan dengan hal ini adalah rendahnya minat kaum muda potensial untuk bergelut dengan dunia kebaharian dan perikanan disebabkan rendahnya insentif dibidang kelautan.