Sejarah, Prinsip Dasar, Persoalan, Persyaratan Daerah dan Karakteristik Perikanan Light Fishing

 Sejarah Perikanan Light Fishing di Indonesia

Pada awal  penggunaan lampu (Cahaya)  untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan menggunakan jaring pantai (beach seine), serok (scoop net) dan pancing (hand line). 

Pada tahun 1953 penggunaan lampu untuk  penangkapan ikan tumbuh dengan pesat bersamaan dengan perkembangan bagan (jaring angkat, lift net) untuk penangkapan ikan.

Penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia  Timur, khususnya dimana usaha penangkapan cakalang dengan pole and line dilakukan sekitar tahun 1950 ditemukan kurang lebih 500 buah lampu petromaks yang digunakan untuk penangkapan, dimana tempat-tempat lain belum digunakan (Subani,1983).

Penggunaan cahaya listrik dalam skala industri penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan pesat setelah Perang Dunia II.

Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975).

Alat yang digunakan untuk memberikan rangsangan pada ikan adalah cahaya. Cahaya digunakan untuk menarik perhatian ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan  direspons dengan berkumpulnya ikan pada sumber cahaya atau catchable area tertentu untuk  ditangkap dengan menggunakan jaring, alat pancing dan lainnya. Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya disebut dengan light fishing.

Menurut Brant (1984) light fishing atau penangkapan ikan dengan cahaya adalah suatu bentuk dari umpan yang berhubungan dengan mata (optical bait)  untuk menarik dan untuk mengumpulkan ikan.

Light fishing (Brant (1984) diklasifikasikan ke dalam kelompok attracting concentrating and fringhting fish. Cahaya digunakan untuk mengumpulkan (concentrating) ikan pada suatu daerah tertentu sehingga mudah untuk dilakukan operasi penangkapan.  

 Prinsip Dasar Perikanan Light Fishing

Ayodhyoa (1981) menyebutkan bahwa peristiwa tertariknya ikan di bawah cahaya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1.    Peristiwa langsung, yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu    berkumpul. Ini tentu berhubungan langsung dengan peristiwa fototaksis, seperti pada jenis-jenis sardinella,kembung dan layang.

2.    Peristiwa tidak langsung, yaitu karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan lain-lain sebagainya berkumpul, lalu ikan yang dimaksud datang berkumpul dengan tujuan mencari makan (feeding). Beberapa jenis ikan yang termasuk dalam kategori ini seperti ikan tenggiri, selar dan lain-lain.

Ikan pada umumnya akan membentuk schooling pada saat terang dan menyebar saat gelap. Dalam keadaan tersebar ikan akan lebih mudah dimangsa predator dibandingkan saat berkelompok. Adanya pengaruh cahaya buatan pada malam hari akan menarik ikan ke daerah iluminasi, sehingga memungkinkan mereka membentuk schooling dan lebih aman dan incãran predator.

Ikan yang tergolong fototaksis positif akan memberikan respon dengan mendekati sumber cahaya, sedangkan ikan yang bersifat fototaksis negatif akan bergerak menjauh.

Persoalan yang terkait dengan aktifitas light fishing

1.   Persoalan-persoalan fisika

a.   Cahaya :kuat cahaya (light intensity.), warna cahaya (light colour, merambatnya  cahaya ke dalam air laut, pengaturan cahaya, dan lain-lain sebagainya.

b.   Air laut gelombang, kekeruhan (turbidity), kecerahan (transparancy), arus,dll.

c.    Hubungan cahaya dengan air laut : refraction, penyerapan (absorption).    penyebaran (scattering), pemantulan, extinction dan lain-lain sebagainya.

2.   Persoalan-persoalan biologi

a.   Jenis cahaya yang disenangi ikan : berapa besar atau volume rangsangan   (stimuli) yang harus diberikan, supaya ikan terkumpul dan tidak  melarikan diri dalam jangka waktu tertentu, dengan berjalannya waktu, pengaruh rangsangan ini akan lenyap, karena  ikan menjadi terbiasa (accustomed).

b. Kemampuan daya tarik (attracting intensity) dari cahaya yang dipergunakan haruslah sedemikian rupa sehingga dapat mengalahkan  meng-eliminir) pengaruh intimidasi dari beradanya jaring, kapal, suara mesin dan lain-lain.

c.  Berbeda spesies, besar, umur, suasana sekeliling (environment) akan berbeda pula cahaya (intensity, colour, waktu) yang disenangi; dan faktor suasana sekeliling (environmental condition factor) yang berubah-ubah (gelombang, arus, suhu, salinitas, sinar bulan) akan sangat mempengaruhi.

d.   Bersamaan dengan spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan akan berkumpul juga jenis lain yang tak diinginkan (ikan kecil, larvae), sedang kita menghendaki catch yang selektif. Ada tidaknya pengaruh cahaya terhadap spawning season, over fishing, resources,dll.

Sumber Cahaya sebagaia Alat Bantu Penangkapan

        1.    Obor

        Obor dibuat dari bambu yang kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian ujung atasnya. Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi perahu, sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan air.                                    

2.    Lampu Petromaks

Lampu petromaks  memiliki kekuatan cahaya 200 lilin  (200 watt). Spesifikasi lampu petromaks umumnya dipengaruhi oleh cahaya bulan, biasanya lampu petromaks tidak efisien  digunakan pada saat terang bulan (purnama), ini disebabkan karena pada kondisi demikian ikan akan cenderung menyebar dalam kolom air dan tidak naik ke permukaan air. Pada saat terang bulan umumnya nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu sebagai alat penarik ikan, tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso, 1985).

3.    Lampu Listrik

Pemakaian lampu yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan efisien, sebab penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun penggunaan lampu listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini karena dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai berkembang setelah perang dunia II.

Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan di Indonesia dewasa ini hampir merata di seluruh wilayah. Di Indonesia nelayan tradisional lebih banyak menggunakan lampu strongking dan petromaks dalam operasi penangkapan, sedangkan lampu listrik lebih sering digunakan oleh kapal-kapal penangkapan yang lebih modern. Pada usaha penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur, cahaya digunakan untuk menangkap umpan hidup (life bait fish).

Persyaratan Daerah Penangkapan Ikan dengan Alat bantu Cahaya

1.    Syarat Lingkungan

Persyaratan utama penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah kondisi lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi lebih efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan pada malam yang gelap.

Fase ”bulan” menjadi faktor yang menentukan gelap dan terangnya bulan. Light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan gelap. Selain dari fase bulan keadaan keadaan tingkat kekeruhan dalam perairan juga akan mengurangi daya tembus cahaya di perairan pada akhirnya hal ini mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya. Dalam keadaan cuaca yang baik dan arus laut yang tidak terlalu kencang, operasi penangkapan dengan menggunakan lampu akan memberikan pengaruh positif terhadap hasil tangkapan. Arus yang  kencang akan mempengaruhi posisi alat tangkap dalam air.

2.    Syarat Penangkapan

Selain faktor-faktor lingkungan diatas, ada beberapa syarat lain yang menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan  antara lain:

  • Cahaya yang akan digunakan harus tepat untuk jenis ikan yang akan ditangkap dengan mengetahui behavior dari ikan-ikan yang hendak ditangkap terhadap jenis cahaya.
  • Cahaya yang digunakan juga harus mampu menarik ikan pada jarak yang jauh baik vertikal maupun horisontal, untuk syarat ini biasa digunakan cahaya berwarna biru atau hijau.
  • Ikan-ikan diusahakan untuk berkumpul pada area penangkapan tertentu.
  • Waktu yang tepat untuk menentukan mulai penangkapan terhadap ikan-ikan yang telah berkumpul, setelah ikan mulai berkumpul diusahakan ikan tetap tenang berada pada area penangkapan sampai batas waktu tertentu sebelum dilakukan penangkapan, untuk itu diusahakan agar ikan tidak melarikan diri atau menyebar.

3.    Syarat Biologi

Operasi penangkapan dengan menggunakan cahaya, yaitu ruaya vertikal harian ikan  terdiri 6 kelompok, yaitu :

  • Jenis ikan pelagis yang muncul sedikit  diatas termoklin pada siang hari, yang. beruaya ke lapisan permukaan pada sore hari, saat malam hari, akan menyebar pada lapisan antara permukaan dan termoklin.
  • Jenis ikan pelagis yang muncul dibawah termoklin pada siang hari. Ikan ini beruaya melalui lapisan termoklin ke lapisan permukaan pada sore hari lalu menyebar dilapisan antara permukaan dan dasar perairan pada malam hari.
  • Jenis ikan pelagis yang muncul dibawah termoklin selama waktu sore hari. Malam hari ikan tersebut akan menyebar antara lapisan termoklin dan dasar perairan.
  • Jenis ikan dasar (demersal fish)  berada dekat dasar perairan pada siang hari, beruaya dan menyebar di bawah termoklin, terkadang berada diatas termoklin pada sore hari, kemudian  ke dasar atau lapisan yang lebih dalam pada waktu pagi  hari.
  • Jenis-jenis ikan yang menyebar melalui kolom air selama siang hari, sedangkan pada  waktu malam ikan tersebut akan turun ke dasar perairan.
  • Jenis ikan pelagis maupun demersal yang tidak memiliki migrasi harian yang jelas.

Karakteristik Ikan Terhadap Sumber Cahaya

Ikan sebagai salah satu organisme yang lingkungan hidupnya diperairan mempunyai karakteristik  tertentu. Salah satu hal yang menyebabkan perubahan tingkah laku ikan adalah cahaya. Ketertarikan ikan pada sumber cahaya bervariasi antar jenis ikan. Perbedaan tersebut secara umum disebabkan karena perbedaan faktor phylogenetic dan ekologi, selain juga oleh karakteristik fisik sumber cahaya, khususnya tingkat intensitas dan panjang gelombangnya. Hasil análisis beberapa peneliti menyatakan bahwa, tidak semua jenis cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang memiliki panjang gelombang pada interval 400 - 750 nm yang mampu ditangkap oleh mata ikan (Rosyidah et al., 2011).